RSS

Tafsir Surat Al-Maidah : Ayat 3

--
 
حرمت عليكم الميتة والدم ولحم الخنزير وما أهل لغير الله به والمنخنقة والموقوذة والمتردية والنطيحة وما أكل السبع إلا ما ذكيتم وما ذبح على النصب وأن تستقسموا بالأزلام ذلكم فسق اليوم يئس الذين كفروا من دينكم فلا تخشوهم واخشون اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا فمن اضطر في مخمصة غير متجانف لإثم فإن الله غفور رحيم

inilah komplitnya ayat yg sering di penggal oleh sebagian oknum demi untuk mencapai secara paksa doktrin2 yg menjadi ideologinya.

Okelah saya ajukan 3 pertanyaan saja:

1. Apa perbedaan arti menyeluruh Kalimat Akmaltu dan Atmamtu yg sama2 di maknai "Telah aku sempurnakan.

2. Apa yg di maksud "Ni,maty" dalam ayat tersebut?

3. Kalimat "Lakum" Khithob kepada siapa

 
secara tafsir Akmaltu adalah:

بالنصر والإظهار على الأديان كلها ، أو بالتنصيص على قواعد العقائد ، والتوقيف على أحوال الشرائع وقوانين الاجتهاد


 
اليوم أكملت لكم دينكم واتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا
Artinya: pada hari ini sudah aku lengkapkan bagimu agamamu, dan aku sempurnakan atasmu ni’mat dariku serta aku restui bagimu islam sabagai agama (q. s Al- Mua’idah 53)

Berdasar atas ayat ini kiranya dapat dimengerti bahwa yang tersedia bagi umat islam berkena’an dengan agamanya tidak perlu lagi berijtihad yang mengakibatkan perbedaan pendapat karena sebagaimana ditegaskan dalam ayat diatas segala sesuatu yang berkenaan dengan agama sudah disempurnakan adanya atau dengan bahasa kita. Agama sudah (sempurna) dan paripurna. Selain dinyatakan dalam surat Al-Ma’idah tadi dalam ayat lain juga disebutkan bahwa dalam Al-Qur’an tersedia penjelasan untuk segala hal.

ونزلنا عليك الكتاب تبينا لكل شيئ
Artinya: dan kami turunkan kepadamu al-qur’an untuk menjelaskan segala sesuatu (Q.s Al-Nahi Ayat 89 juz 14)

Untuk melepaskan diri dari pertanyaan yang dikatomis tadi ada hal yang dapat kita sepakati:

1. kesempurnaan Al-Qur’an sebagaimana ditegaskan diatas bukanlah tatanan texnis yang bersifat detail, terperinci dan juz’iyahnya melainkan tatanan yang prensifil dan foundamental.

2. ajaran-ajaran prinsipil yang dimaksud dalam al-qur’an selaku kitab suci agama adalah sepiritualitas dan moral ajaran mana yang baik dan yang buruk untuk kehidupan manusia sebagai hamba allah yang beraqal budi sebagai acuan moral dan etika yang bersifat dasariyah. Al-Qur’an sepenuhnya sempurna tidak kurang satu apa. Adapun yang muncul dalam manusia yang dinamis dan terus berubah bisa dicarikan jawabannya dari sudut moral dengan mengembalikan pada ajaran Al-Qur’an yang prinsipil tadi inilah yang dimaksud dengan Al-Qur’an merupakan kitab yang sempurna yang menjelaskan segala hal. Jadi jangan ssekali-kali kita bayangkan bahwa kesempurnaan Al-Qur’an terus dibuktikan dalam kemampuannya menjawab pertanyaan juz’iyah apalagi yang bersifat texnis operasional
 
 
Lagi pula penjelasan moral atau etika yang tersedia tidak selalu terapan pada semua kasus etika yang terjadi dalam kehidupan kita, karena Al-Qur’an bukan kamus Ensiklopedia sehingga untuk menagkap petunjuk Al-Qur’an atas persoaan-persoalan etika yang kita hadapi dalam kehidupan nyata terlebih dulu kita mengenal prinsip-prinsip universal yang dicanangkannya. Ikhtiyar menyambungkan prinsip ajaran yang bersifat universal pada kasus-kasus kehidupan yang juz’iyah itulah disebut ijtihad yang terus dipukul dengan ketajaman nalar dan kejujuran hati manusia sebagai hambanya. Dan hasil ijtihad (sebagai proses intlektual untuk menurunkan ketentuan Universal pada kasus-kasus yang bersifat partikular sekaligus kerangka texnis operasional nya) itulah yang disebut fiqh. Seringnya terjadi perbedaan pendapat para intlektual tersebut karena dipengaruhi beberapa faktor .

a. Ajaran agama yang dicanangkan dalam Al-Qur’an atau Al-Hadits ada yang qoth’i ajaran yang bersifat prinsip dan absolut dan tidak dapat ditawar lagi sebagaimana kewajiban Sholat sewaktu puasa Rhomadlon dan lain-lainnya. Dalam hal ini tidak mungkin ajaran yang bersifat juziyah (Partikular) dan oprasional yang masih mungkin di interpretasikan denagn berbagai ma’na contoh dalam ayat Al-Qur’an disebutkan:

حرمت عليكم الميتة والدم ولحم الخنزير " الأية" (المائدة أية 3)

Dalam ayat ini jelas sekali alloh mengharomkan darah dan daging babi namun tidak jelas dari berbagai hal:

Pertama: apa arti maitah itu sendiri sehingga terjadi perbedaan apa tulang dan bulu itu termasuk bagian maitah sebagaimana yang dikemukakan pendapat Syafi’I atau bukan? Sebagaimana pendapat hanafi atau tulang tergolong maitah sedangkan rambut bukan maitah, perbedaan ini muncul karna perbedaan tentang apa itu arti hidup? Imam Syafi’i berpendapat bahwa hidup adalah berkembang dan menerima makanan lain halnya dengan imam hanafi beliau berpendapat bahwa yang dikatakan hidup adalah anggota yang dapat merasakan sesuatu, demikian pula dengan imam malik hanya saja beliau berpendapat tulang dapat merasakan sesuatu.

Setelah mereka sepakat bahawa rambut yang terlepas dari hayawan yang halal untuk dimakan dagingnya ketika masih hidup tergolong barang yang suci setelah ia sepakat bahwa setiap sesuatu yang lepas dari hayawan yang masih hidup adalah maitah, karena ada suatu hadits:

ما قطع من البهيمة وهي حية فهو ميتة

Artinya : sesuatu yang lepas dari hayawan yang hidup termasuk dari pada bangkai

Kedua : mengenai sesuatu yang lepas dari hayawan yang masih hidup termasuk bangkai apakah khusus apa segala penggunaan karna kata-kata hewan hanya hanya berlaku pada kata kerja bukan kata benda.
Yang ketiga : bangkai apa saja yang diharomkan?
Contoh lagi dalam kitab al-Qur’an disana disebutkan :

اذا قمتم الى الصلاة فاغسلوا وجوهكم وايديكم ......الأية المائدة 6

Dalam ayat ini jelas sekali bahwa orang yang akan melakukan sholat secara ayat disana ada tuntutan untuk melaksanakan wudlu namun kurang jelas dalam berbagai segi :
Segi pertama : apa arti sholat itu sendiri ? dan apakah sholat jenazah termasuk pada sholat yang ada dalam kata sholat yang berada dalam ayat diatas karana dalam sholat jenazah disitu tidak terdapat ruku’ dan sujud, padahal Rosululloh pernah bersabda :

صلوا كما رأيتموني اصلي

Artinya : sholatlah kalian semua sebagaiman kalian mengetahui aku sholat.
Sedangkan sholat yang kita ketahui dari Rosululloh adalah sholat yang ada ruku’ dan sujudnya sebagaiman apa yang telah sitegaskan dalam al-Qur’an :

واركعوا مع الراكعين..... البقرة 43

Demikian halnya sengan masalah thowaf apakah juga harus suci dari hadats karna ada hadits yang diceritakan oleh Imam turmudzi yang mengatakan :

الطواف بالبيت صلاة الا ان الله احل فيه الكلام

Segi kedua : perimtah wudlu’ dalam ayat diatas ini semata-mata hanya menjadi sarana sholat sehingga tidak perlu niyat sebagaimana pendapatnya imam Hanafi, karena berbeda dengan menutup aurot ataukah memang wudlu’ termasuk iabadah yang diperintahkan bukan hanya menjadi sahnya sholat saja terbukti walau masih belum hadats orang akan sholat tetap diperintahkan wudlu’ maka harus niat karena termasuk dalam ayat :

وما امروا الا ليعبد الله مخلصين له الدين.........حنفاء
 
b. Karena berbeda menentukan ajaran qot’i dan dzonni sebagaiman dilakukan satu jama’ah jum’ah dalam satu balad tanpa ada hajad mulai zaman Rosul sampai pada orang-orang yang lemah yang merasa kesulitan untuk mendatangi pada jama’ah tsb. Dan didukung dengan penuh perhatian Rosul pada kaum-kaum yang lemah . Ini berarti hal yang qot’I dan tidak dapat ditawar lagi tapi juga mungkin karena jama’ah Rosul dianjurkan satu jama’ah karena untuk mendengarkan wahyu darinya, sedangkan ada zaman shohabat hanya du hawatirkan adanya fitnah sehingga jika acuab siatas taelah tiada maka tidak ada masalah jum’atan lebih dari pada satu jama’ah, berarti ajaran tersebut dikategorikan dzonni. Demikian pula ada perbedaan penelitiian dzonni dan qot’i adanya imam harus seorang pria.

c. Berbedanya situasi dan kondisi umat sebagaimana yang terjadi dalam menentukan ajaran agama diantara intelektual Hijaz dan intelektual Irak, bagi hijaz telah mempertahankan teks hadits dan fatwa shohabat dan bagi intelektual irak lebih mengedepankan esensi dari pada teks dengan dirasionalkan dan mempertahankan dari pada tujuan syareat, contoh saja dalam hadits

ان في كل اربعين شاة شاة وان صدقة الفطر صاع من تمر او شعي وان من الشاة المصراة بعد اجتلاب لبنها رد معها صاعا من تمر

Intelektual Irak memahami hasits diatas dengan rasional dan disesuaikan dengan tujuan syareat yaitu bagi pemilik 40 kambing harus memberi santunan pada fuqoro’ dengan satu kambing atau yang senilai. Orang yang mengeluarkan zakat fitroh, wajib satu sho’ kurma atau yang senilai, air susu yang telah diperas harus diganti dengan sesamanya atau yang senilai, berbeda dengan intelektual tanah Hijaz mereka memahami teks tersebut dengan apa adanya tanpa meniggalkan syareat oleh karenannya mereka mengharuskan mengeluarkan kambing dan juga khusus dengan sho’, tidak diperbolehkan mengeluarkan dengan nilai dari barang tersebut.

Hal ini dipengaruhi setidaknya tiga hal yaitu :

>>Hadits dan fatwa shohabat yang diterima oleh para intelektual Irak tidaklah sebanyak apa yang diterima oleh para intelektual Hijaz.

>>Situasi dan kondisi di Irak telah tersebar beberapa fitnah karna negara tersebut telah menjadi pangkalan pelarian orang-orang syiah dan khowarij sehingga banyak pemalsuan hadits atau perubahan sehingga sangat perlu adanya selektif yang sangat ketat yang berakibat pada sangat minimnya hadits ynga lulus sensor.

>>Lingkungan di Irak tidak sama dengan lingkungan di Hijaz, ketegasan hukum dan kasus juga tidak sama, karena pemerintah paris telah meninggalkan beberapa adat istiadat dan muamalah yang tidak ada pada tanah Hijaz

4. Karena berbedanya cara memberi pertimbangan pada hadits dan mengedepankan stui riwayat yang lain. Misalnya Abu Hanifah dan para pengikutnya telah membuat dasar hukum dengan hadits mutawatir dan masyhur dan mengedepankan hadits yang tidak diriwayatkan oleh para intelektual agama, oleh karenya Abu yusuf berkata :

وعليك بما عليه جماعة من الحديث وما يعرفه الفقهاء

Artinya : Anda harus mengambil hadits yang telah didukung oleh golongannya ulama’ dan telah diketahui oleh para intelektual agana.

Sedang Imam Malik dan para shohabat dan pengikutnya lebih mengedepankan apa saja yang menjadi keputusannya ahli Madinah dan tidak memakai hadits Ahad yang berbeda dengan keputusan Ahli Madinah. Untuk mujtahid lain telah mengambil hadits ysng diriwayatkan orang-orang adil baik intelektual atau bukan, identik dengan fatwa Ahli Madinah atau tidak. Dari faktor ini kan berkembang bahwa intelektual Irak seperti Abu Hanifah telah membuat keputusan bahwa Hadits Masyhur sama dengan hadits mutawatir ampu mentakhsis dalil al-Qur’an yang masih umum, dan mampu mengqoyidi dalil yang mutlak, berbeda dengan intelektual yang lain.

5. Karena berbeda memberi pertimbangan fatwa shohabat yang hasil dari ijtihad mereka, Abu Hanifah dan santrinya telah menggunakan dasar hukum atas keputusan shohabat walau hasil ijtihad bagi Syafi’I serta pengikutnya menganggap bahwa hasil ijtihad shohabat tidak ma’sum ( ada jaminan kebenaran ) maka perlu ijtihad sendiri walau hasilnya berbeda dengan hasil ijtihadnya shobat.

6. Karena menanggapi dasar-dasar yang timbul karena gramatika ( susunan bahasa ) sebagaimana yang berpendapat bahwa teks dapat dijadikan dasar penetapan dalam dalil mantuq ( bahasa nyata ) dan mengantarkan keputusan dalam dalil mafhum mukolafahnya ( asumsi yang terkandungnya ) sebagian tidaklah demikian, ada yang berpendapat dalil yang masih umum maka qot’I dalam semua yang dimuat, sebagian lain ada yang berpendapat dzonni ( dugaan ) dan jika ada amar mutlaq berarti menunjukkan dasar hukum wajib kecuali ada dalil yang merubahnya, sebagian malah justru sebaliknya masih banyak. Masih banyak lagi fakyor-faktor yang mengakibatkan berbeda oendapat yang tidak mungkin disebutkan disini dengan keseluruhan.
 
Dari sudut asbabun Nuzul juga tafsir ulama sebagai berikut :

{ اليوم أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ } يعني أتممت لكم شرائع دينكم ، وذلك أن النبي صلى الله عليه وسلم حيث كان بمكة لم يكن إلا فريضة الصلاة وحدها ، فلما قدم المدينة أنزل الله الحلال والحرام ، فنزلت هذه الآية { اليوم أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ } يعني دينكم ، حلالكم وحرامكم . وروى حماد بن سلمة عن عمار بن أبي عمار عن ابن عباس ، أنه قرأ { اليوم أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ } فقال له يهودي : لو نزلت هذه الآية علينا لاتخذنا ذلك اليوم عيداً . فقال ابن عباس فإنها نزلت في يوم عيدين يوم الجمعة ، ويوم عرفة .
قال الفقيه : حدّثنا الخليل بن أحمد ، قال : حدّثنا ابن صاعد ، قال : حدّثنا يعقوب بن إبراهيم الدورقي ، حدّثنا عبد الرحمن بن مهدي ، عن سفيان ، عن قيس بن مسلم ، عن طارق أن اليهود قالوا لعمر بن الخطاب : إنكم لتقرؤون آية لو نزلت فينا لاتخذنا ذلك اليوم عيداً { اليوم أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ } . فقال عمر : إني لأعلم حيث نزلت ، وفي أي يوم نزلت ، أنزلت بيوم عرفة ورسول الله صلى الله عليه وسلم واقف بعرفة . فإن قيل : في ظاهر هذه الآية دليل أن الدّين يزيد حيث قال { اليوم أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ } . قيل له : ليس فيها دليل ، لأنه أخبر أنه أكمل في ذلك اليوم ، وليس فيها دليل أنه لم يكمل قبل ذلك . ألا ترى أنه قال في سياق الآية { وَرَضِيتُ لَكُمُ الأسلام دِيناً } ليس فيه دليل أنه لم يرض قبل ذلك ، ولكن معناه أنه قد أظهر وقرر ، كما جاء في الخبر أن رجلاً أعتق ستة أعبد له في مرضه ، فأعتق رسول الله صلى الله عليه وسلم اثنين منهم يعني أظهر عتقهما ، وقرر ولم يرد به الابتداء وقال مجاهد : معناه اليوم أتممت لكم ظهور دينكم وغلبة دينكم ونصرته . وقال قتادة : معناه أخلص لكم دينكم .
ثم قال : { وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى } يعني منتي ، فلم يحج معكم مشرك { وَرَضِيتُ } يعني اخترت { لَكُمُ الأسلام دِيناً } وروي في الخبر أن النبي صلى الله عليه وسلم عاش بعد نزول هذه الآية إحدى وثمانين ليلة ، ثم مضى لسبيله صلوات الله عليه . وقال الزجاج : { اليوم } صار نصباً للظرف ، ومعناه اليوم أكملت لكم دينكم . وقال معاذ بن جبل : النعمة لا تكون إلا بعد دخول الجنة ، فصار كأنه قال : رضيت لكم الجنة لأنه لا تكون النعمة تماماً حتى يضع قدميه فيها





  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS